A.
Uang
Kertas dalam Pandangan Islam
Uang kertas yang berlaku pada zaman sekarang di sebut fiat money.
Dinamakan demikian karena kemampuan uang untuk berfungsi sebagai alat tukar dan
memiliki daya beli tidak di sebabkan karna uang tersebut di latar belakangi
oleh emas. Dahulu ketika duni masih mengikuti standar emas(gold standar) memang
benar uang di latar belakangi oleh emas. Namun rezim ini telah lama
ditinggalkan oleh perekonomian pada pertengahan dasawarsa 1930-an(Inggris
meninggalkannya pada tahun 1931 dan seluruh dunia telah meniggalkannya pada
tahun 1976). Kini uang kertas yang beredar dalam kehidupan kita sehari-hari
menjadi alat tukar karna pemerintah menetapkannya sebagai alat tukar. Sekiranya
pemerintah mencabut keputusannya dan menggunakan uang dari jenis lain,niscaya
uang kertas tersebut tidak akan memiliki bobot sama sekali.
Lalu bagaimana hukum uang kertas di tinjau dari sis syari’ah. Ada
yang berpendapat bahwa uang kertas tidak berlaku riba sehingga kalau ada orang
berutang Rp. 100000 kemudian mengembalikan kepada pemberi utang sebanyak Rp.
120.000 dalam tempo tiga bulan tidak termasuk riba. Mereka beranggapan baahwa
yang berlaku pada zaman Nabi SAW. adalah uang emas dan perak dan yang
diharamkantukar-menukar dengan kelebihan adalah emas dan perak, karena itu uang
kertas tidak berlaku hukum riba padanya.
Jawaban sebenarnya dapat kita cari dari penjelasan yang telah lalu
yaitu bahwa mata uang bisa dibuat dari benda apa saja, sampai-sampai kulit
unta, kata Umar bi Khatab. Ketika enda tersebut telah ditetapkan sebagai mata
uang yang ah, maka barang tersebut telah berubah fungsinya dari barang biasa
menjadi alat tukar dengan segala fungsi turunannya. Jumhur ulama telah sepakat
bahwa illat dalam emas dan perak yang diharamkan pertukarannya kecuali
serupa dengan serupa, yaitu barang-barang tersebut menjadi alat tukar,
penyimpan nilai diana semua barang ditimbang dan dinilai dengan nilainya.
Oleh karena itu, ketika uang kertas telah menjadi alat pembayaran
yang sah, sekalipun tidak dilatar belakangi lagi oleh emas, maka kedudukannya
dalam hukum sama dengan kedudukan emas dan perak yang pada waktu Al-Qur’an
diturunkan tengah menjadi alat pembayaran yang sah. Karena itu riba berlaku
pada uang kertas. Uang kertas juga diakui sebagai harta kekayaan yang harus
dikeluarkan zakat daripadanya. Dan zakat pun sah dikeluarkan dalam bentuk uang
kertas. Begitu pula ia dapat digunakan sebagai alat untuk membayar mahar.
2.
Hubungan
Uang dengan Modal dalam Perspektif Ekonomi Islam
Modal (capital) mengandung arti barang yang dihasilkan oleh alam
atau buatan manusia, yang diperlukan bukan untuk memenuhi secara langsung
keinginan manusia tetapi untuk membantu memproduksi barang lain yang pada
gilirannya akan dapat memenuhi kebutuhan manusia secara langsung dan
menghasilkan keuntungan.secara fisik terdapat dua jenis modal yaitu fixed
capital ( modal tetap ) dan circulating
capital ( modal yang bersirkulasi ). Fixed capital contohnya seperti gedung-gedung,
mesin-mesin atau pabrik-pabrik, mobil dan lain-lain; yaitu benda-benda yang
ketika manfaatnya di nikmati, eksetensi substansinya tidak berkurang. Adapun circulating
capital itu seperti bahan baku, uang, dan lain-lain yaitu benda-benda yang
ketika manfaatnya dinikmati, subtintasinya juga hilang.
Perbedaan keduanya dalam sayri’ah dapat kita lihat sebagai berikut.
Modal tetap pada umumnya dapat di sewakan tapi tidak dapat di pinjamkan(khard).
Adapun modal sirkulasi yang bersifat konsumtis dan bisa di pinjamkan tetapi
tidak dpat di sewakan. Hal itu di sebabkan karena ijaroh dalam islam hanya
dapat di lakukan kepada benda-benda yang memiliki karakteristik subtansinya
dapat di nikmati secara terpisah atau sekaligus. Ketika sebuah barang di
sewakan,maka manfaat barang tersebut di pisahkan dari pemiliknya. Ia kini di
nikmati oleh penyewa namun status kepemilikannya tetap pada si pemiliknya.
Ketilka masa seha sudah berakhir,barang tersebut di kembalikan kepada si
pemiliknya dalam keadaan utuh seperti sedia kala.
Uang tidak memiliki sifat seperti ini ketika seseorang menggunakan
uang, maka jumlah uang itu habis dan hilang. Lalu ia menggunakan uang tersebut
dari pinjaman,maka ia menanggung hutang sebesar jumlah yang di gunakan dan
harus mengembalikan dalam jumlah yang sama(mits) bukan substansinya(‘ain).
Dari uraian di atas nyatalah bahwa barang modal yang masuk dalam
kategori tetap,seperti kendaraan,mobil,bangunan,kapal,dll akan mendapatkan
return orn capital dalam bentuk upah dari penyewaan jika transaksi yang di
gunakan adalah ijaroh(sewa menyewa). Di samping itu,barang-barang modal ini
dapt juga mendapatkan return on capital dalam bentuk bagian dari laba(profit)
“jika transaksi yang di gunakan adalah musyarakah atas dasar kaidah suatu
barang yang dapat di sewakan,maka barang tersebut dapat di lakukan musyarokah
atasnya”. Ini telah di lakukan oleh kaum muslimin dari zaman dahulu misalnya
dalam transaksi muzaraah. Dalam akad ini si pemilik tanah menyediakan tanah
untuk di garap oleh penanam (petani penggarap). Keuntungan yang di hasilkan
oleh usaha ini di bagi 2 sesuai dengan kesepakatan,misalnya 50%-50%.
B.Fungsi uang dalam Islam
Dalam sistem perekonomian manapun, fungsi utama uang adalah sebagai
alat tukar (medium of axchange). Ini adalah fungsi utama uang. Dari
fungsi utama ini,di turunkan fungsi-fungsi yang lain seperti uang sebagai standard
of value (pembakuan nilai), store of value (penyimpan kekayaan),unit
of account (satuan penghitungan) dan standard of defferred payment (pembakuan
pembayaran tangguh) mata uang manapun niscaya akan berfungsi seperti ini.
Namun ada suatu hal yang sangat berbeda dalam memandang uang,antara
sistem kapitalis dengan sistem islam. Dalam sistem perekonomian kapitalis,uang
tidak hanya sebagai alat tukar yang sah (legal tender) melainkan juga sebagai
komoditas. Menurut sistem kapitalis,uang juga dapat di perjual belikan dengan
kelebihan baik on the spot maupun secara tangguh. Lebih jauh dengan cara
pandang denikian,maka uang juga dapat di sewakan (leasing).
Dalam islam apapun yang berfungsi sebagai uang,maka fungsinya
hanyalah sebagai medium of exchange. Ia bukan suatu komoditas yang bisa di jual
belikan baik secara on the spot maupun bukan. Satu fenomena penting dari
karakteristik uang adalah bahwa ia tidak di perlukan untuk di konsumsi,ia tidak
di perlukan untuk dirinya sendiri,melainkan di perlukan untuk mebeli barang
yang lain sehingga kebutuhan manusia dapat terpenuhi.inilah yang di jelaskan
oleh imam ghazali bahwa emas dan perak hanyalah logam yang di dalam
substansinya (zat nya itu sendiri ) tidak ada manfaatnya atau tujuan-tujuannya.
Menurut beliau,”kedua-duanya tidak memiliki apa-apa tetapi keduanya berarti
segala-galanya”. Keduanya ibarat cermin ia tidak memiliki warna namun ia bisa
mencerminkan semua warna.
Ketika uang di perlakukan sebagai komoditas oleh sistem
kapitalis,berkembanglah apa yang di sebut pasar uang.Terbentuknya pasar uang
ini menghasilkan dinamika yang khas dalam perekonomian konvensional,terutama
pada sistem moneternya. Pasar uang ini yang kemudian berkembang dengan
munculnya pasar derivatif,yang merupakan turunan dari pasar uang. Pasar
derivatif ini menggunakan instrumen bunga sebagai harga dari produk-produknya.
Transaksi di pasar uang dan pasar derivatifnya ini tidak berlandaskan motif
transaksi yang ril sepenuhnya,bhkan sebagian besar di antaranya mengandung
motif spekulasi. Maka tidak heran jika
perkembangan di pasar moneter konvensional begitu spektakuler.
Dalam perjalanan sejarah,berkembang pemikiran bahwa uang tidak hanya
bisa di buat dari emas atu perak. Dalam pikiran para sahabat Rasulullahpun
telah berkembang kemungkinan untuk membuat uang dari bahan lain. Misalnya Umar
bin Khatab pernah mengatakan:”Aku ingin (suatu saat) menjadikan kulit unta
sebagai alat tukar”. Pernyataan ini keluar dari bibir seseorang yang sangat
paham akan hakikat uang dan fungsinya dalam ekonomi. Menurut Umar,sesungguhnya
uang sebagai alat tukar tidak harus terbatas pada dua logam mulia saja seperti
emas dan perak. Kedua logam mulia ini akan mengalami ketidakstabilan mana kala
terjadi ketidakstabilan pada sisi permintaan maupum penawarannya. Karna itu,
apapun, sesungguhnya dapat berfungsi menjadi uang termasuk kulit unta. Dalam
pandangannya suatu barang yang telah berubah fungsinya menjadi alat tukar
(uang),maka funsi moneternya akan meniadakanfungsinya atau paling tidak akan
mendominasi fungsinya sebagai komuditas biasa.
a.
Uang
sebagai ukuran harga
Ini
merupakan fungsi yang terpenting. Uang adalah satuan nilai atau standar ukuran
harga dalam transaksi barang dan jasa. Ini berarti uang berperan menghargai
secara aktual barang dan jasa. Dengan adanya uang sebagai satuan nilai
memudahkan terlaksananya transaksi dalam kegiatan ekonomi masyarakat.
Al-ghazali berpendapat uang adalah ibarat cermin. Dalam arti uang berfungsi
sebagai ukuran nilai yang dapat merefleksikan harga benda yang ada di
hadapannya.
b.
Uang
sebagai media menyimpan nilai
Uang
sebagai store of value berarti uang adalah cara mengubah daya beli dari masa
kini ke masa depan. Uang sebagai penyimpan nilai di maksudkan bahwa orang yang
mendapat uang kadang tidak mengeluarkan seluruhnya dalam satu waktu,tapi ia
disisihkan sebagian untuk membeli baraang atau jasa yang ia butuhkan pada waktu
yang ia inginkan,atau ia simpan untuk hal-hal yang tak terduga. Hal ini di
sebabkan karena motif yang mempengaruhi seseorang untuk mendapatkan uang di
samping untuk transaksi juga untuk berjaga jaga dari kemungkinan-kemungkinan
yang tak terduga seperti kondisi di atas.
C.Time Value of Money dalam Islam
Konsep Time Value of
Money atau yang disebut oleh para ekonom sebagai positive preference
menyebutkan bahwa nilai komoditi pada saat ini lebih tinggi dibanding nilainya
di masa depan. Konsep capital and interest dan positive theory of capital yang
dikembangkan oleh ekonom menyebutkan bahwa positive preference merupakan pola
ekonomi yang normal, sistematis, dam rasional. Islam mengenal prinsip bahwa
uang dan kekayaan harus digunakan untuk kebiasaan baik bukan dieksploitasi.
Tidak boleh berlebih-lebihan, dan tidak dibiarkan sia-sia menganggur (Iwan
Triyono dan Moh. As’udi, 2001:41).
Islam sangat menghargai
waktu, tetapi penghargaannya tidak diwujudkan dalam rupiah tertentu atau
presentase bunga tetap. Karena hasil yang nyata dari optimalosasi waktu itu
variable, tergantung jenis usaha, sektor industri, lama usaha, keadaan pasar,
stabilitas polotik, produk yang dijual, jaringan pemasaran, termasuk siapa
pengelolanya (Iwan Triyono dan Moh. As’udi, 2001: 42).
Dalm Islam tidak
dikenal dengan adanya time value of money, yang dikenal adalah economic value
of time. Teori time value of time adalah sebuah kekeliruan besar karena
mengambil dari ilmu pertumbuhan populasi dan tidak ada di ilmu finance.
Daftar Pustaka :
1.Nurul Huda M.Heykal,Lembaga Keuangan Islam (Jakarta:PT Fajar Inter
Pratama Mandiri,2000)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar