Minggu, 09 April 2017

Uang Kertas dan Fungsi Uang dalam Islam




A.      Uang Kertas dalam Pandangan Islam
Uang kertas yang berlaku pada zaman sekarang di sebut fiat money. Dinamakan demikian karena kemampuan uang untuk berfungsi sebagai alat tukar dan memiliki daya beli tidak di sebabkan karna uang tersebut di latar belakangi oleh emas. Dahulu ketika duni masih mengikuti standar emas(gold standar) memang benar uang di latar belakangi oleh emas. Namun rezim ini telah lama ditinggalkan oleh perekonomian pada pertengahan dasawarsa 1930-an(Inggris meninggalkannya pada tahun 1931 dan seluruh dunia telah meniggalkannya pada tahun 1976). Kini uang kertas yang beredar dalam kehidupan kita sehari-hari menjadi alat tukar karna pemerintah menetapkannya sebagai alat tukar. Sekiranya pemerintah mencabut keputusannya dan menggunakan uang dari jenis lain,niscaya uang kertas tersebut tidak akan memiliki bobot sama sekali.
Lalu bagaimana hukum uang kertas di tinjau dari sis syari’ah. Ada yang berpendapat bahwa uang kertas tidak berlaku riba sehingga kalau ada orang berutang Rp. 100000 kemudian mengembalikan kepada pemberi utang sebanyak Rp. 120.000 dalam tempo tiga bulan tidak termasuk riba. Mereka beranggapan baahwa yang berlaku pada zaman Nabi SAW. adalah uang emas dan perak dan yang diharamkantukar-menukar dengan kelebihan adalah emas dan perak, karena itu uang kertas tidak berlaku hukum riba padanya.
Jawaban sebenarnya dapat kita cari dari penjelasan yang telah lalu yaitu bahwa mata uang bisa dibuat dari benda apa saja, sampai-sampai kulit unta, kata Umar bi Khatab. Ketika enda tersebut telah ditetapkan sebagai mata uang yang ah, maka barang tersebut telah berubah fungsinya dari barang biasa menjadi alat tukar dengan segala fungsi turunannya. Jumhur ulama telah sepakat bahwa illat dalam emas dan perak yang diharamkan pertukarannya kecuali serupa dengan serupa, yaitu barang-barang tersebut menjadi alat tukar, penyimpan nilai diana semua barang ditimbang dan dinilai dengan nilainya.
Oleh karena itu, ketika uang kertas telah menjadi alat pembayaran yang sah, sekalipun tidak dilatar belakangi lagi oleh emas, maka kedudukannya dalam hukum sama dengan kedudukan emas dan perak yang pada waktu Al-Qur’an diturunkan tengah menjadi alat pembayaran yang sah. Karena itu riba berlaku pada uang kertas. Uang kertas juga diakui sebagai harta kekayaan yang harus dikeluarkan zakat daripadanya. Dan zakat pun sah dikeluarkan dalam bentuk uang kertas. Begitu pula ia dapat digunakan sebagai alat untuk membayar mahar.

2.      Hubungan Uang dengan Modal dalam Perspektif Ekonomi Islam
Modal (capital) mengandung arti barang yang dihasilkan oleh alam atau buatan manusia, yang diperlukan bukan untuk memenuhi secara langsung keinginan manusia tetapi untuk membantu memproduksi barang lain yang pada gilirannya akan dapat memenuhi kebutuhan manusia secara langsung dan menghasilkan keuntungan.secara fisik terdapat dua jenis modal yaitu fixed capital  ( modal tetap ) dan circulating capital ( modal yang bersirkulasi ).  Fixed capital contohnya seperti gedung-gedung, mesin-mesin atau pabrik-pabrik, mobil dan lain-lain; yaitu benda-benda yang ketika manfaatnya di nikmati, eksetensi substansinya tidak berkurang. Adapun circulating capital itu seperti bahan baku, uang, dan lain-lain yaitu benda-benda yang ketika manfaatnya dinikmati, subtintasinya juga hilang.
Perbedaan keduanya dalam sayri’ah dapat kita lihat sebagai berikut. Modal tetap pada umumnya dapat di sewakan tapi tidak dapat di pinjamkan(khard). Adapun modal sirkulasi yang bersifat konsumtis dan bisa di pinjamkan tetapi tidak dpat di sewakan. Hal itu di sebabkan karena ijaroh dalam islam hanya dapat di lakukan kepada benda-benda yang memiliki karakteristik subtansinya dapat di nikmati secara terpisah atau sekaligus. Ketika sebuah barang di sewakan,maka manfaat barang tersebut di pisahkan dari pemiliknya. Ia kini di nikmati oleh penyewa namun status kepemilikannya tetap pada si pemiliknya. Ketilka masa seha sudah berakhir,barang tersebut di kembalikan kepada si pemiliknya dalam keadaan utuh seperti sedia kala.
Uang tidak memiliki sifat seperti ini ketika seseorang menggunakan uang, maka jumlah uang itu habis dan hilang. Lalu ia menggunakan uang tersebut dari pinjaman,maka ia menanggung hutang sebesar jumlah yang di gunakan dan harus mengembalikan dalam jumlah yang sama(mits) bukan substansinya(‘ain).
Dari uraian di atas nyatalah bahwa barang modal yang masuk dalam kategori tetap,seperti kendaraan,mobil,bangunan,kapal,dll akan mendapatkan return orn capital dalam bentuk upah dari penyewaan jika transaksi yang di gunakan adalah ijaroh(sewa menyewa). Di samping itu,barang-barang modal ini dapt juga mendapatkan return on capital dalam bentuk bagian dari laba(profit) “jika transaksi yang di gunakan adalah musyarakah atas dasar kaidah suatu barang yang dapat di sewakan,maka barang tersebut dapat di lakukan musyarokah atasnya”. Ini telah di lakukan oleh kaum muslimin dari zaman dahulu misalnya dalam transaksi muzaraah. Dalam akad ini si pemilik tanah menyediakan tanah untuk di garap oleh penanam (petani penggarap). Keuntungan yang di hasilkan oleh usaha ini di bagi 2 sesuai dengan kesepakatan,misalnya 50%-50%.

B.Fungsi uang dalam Islam
Dalam sistem perekonomian manapun, fungsi utama uang adalah sebagai alat tukar (medium of axchange). Ini adalah fungsi utama uang. Dari fungsi utama ini,di turunkan fungsi-fungsi yang lain seperti uang sebagai standard of value (pembakuan nilai), store of value (penyimpan kekayaan),unit of account (satuan penghitungan) dan standard of defferred payment (pembakuan pembayaran tangguh) mata uang manapun niscaya akan berfungsi seperti ini.
Namun ada suatu hal yang sangat berbeda dalam memandang uang,antara sistem kapitalis dengan sistem islam. Dalam sistem perekonomian kapitalis,uang tidak hanya sebagai alat tukar yang sah (legal tender) melainkan juga sebagai komoditas. Menurut sistem kapitalis,uang juga dapat di perjual belikan dengan kelebihan baik on the spot maupun secara tangguh. Lebih jauh dengan cara pandang denikian,maka uang juga dapat di sewakan  (leasing).
Dalam islam apapun yang berfungsi sebagai uang,maka fungsinya hanyalah sebagai medium of exchange. Ia bukan suatu komoditas yang bisa di jual belikan baik secara on the spot maupun bukan. Satu fenomena penting dari karakteristik uang adalah bahwa ia tidak di perlukan untuk di konsumsi,ia tidak di perlukan untuk dirinya sendiri,melainkan di perlukan untuk mebeli barang yang lain sehingga kebutuhan manusia dapat terpenuhi.inilah yang di jelaskan oleh imam ghazali bahwa emas dan perak hanyalah logam yang di dalam substansinya (zat nya itu sendiri ) tidak ada manfaatnya atau tujuan-tujuannya. Menurut beliau,”kedua-duanya tidak memiliki apa-apa tetapi keduanya berarti segala-galanya”. Keduanya ibarat cermin ia tidak memiliki warna namun ia bisa mencerminkan semua warna.
Ketika uang di perlakukan sebagai komoditas oleh sistem kapitalis,berkembanglah apa yang di sebut pasar uang.Terbentuknya pasar uang ini menghasilkan dinamika yang khas dalam perekonomian konvensional,terutama pada sistem moneternya. Pasar uang ini yang kemudian berkembang dengan munculnya pasar derivatif,yang merupakan turunan dari pasar uang. Pasar derivatif ini menggunakan instrumen bunga sebagai harga dari produk-produknya. Transaksi di pasar uang dan pasar derivatifnya ini tidak berlandaskan motif transaksi yang ril sepenuhnya,bhkan sebagian besar di antaranya mengandung motif spekulasi. Maka tidak heran  jika perkembangan di pasar moneter konvensional begitu spektakuler.
Dalam perjalanan sejarah,berkembang pemikiran bahwa uang tidak hanya bisa di buat dari emas atu perak. Dalam pikiran para sahabat Rasulullahpun telah berkembang kemungkinan untuk membuat uang dari bahan lain. Misalnya Umar bin Khatab pernah mengatakan:”Aku ingin (suatu saat) menjadikan kulit unta sebagai alat tukar”. Pernyataan ini keluar dari bibir seseorang yang sangat paham akan hakikat uang dan fungsinya dalam ekonomi. Menurut Umar,sesungguhnya uang sebagai alat tukar tidak harus terbatas pada dua logam mulia saja seperti emas dan perak. Kedua logam mulia ini akan mengalami ketidakstabilan mana kala terjadi ketidakstabilan pada sisi permintaan maupum penawarannya. Karna itu, apapun, sesungguhnya dapat berfungsi menjadi uang termasuk kulit unta. Dalam pandangannya suatu barang yang telah berubah fungsinya menjadi alat tukar (uang),maka funsi moneternya akan meniadakanfungsinya atau paling tidak akan mendominasi fungsinya sebagai komuditas biasa.
a.       Uang sebagai ukuran harga
Ini merupakan fungsi yang terpenting. Uang adalah satuan nilai atau standar ukuran harga dalam transaksi barang dan jasa. Ini berarti uang berperan menghargai secara aktual barang dan jasa. Dengan adanya uang sebagai satuan nilai memudahkan terlaksananya transaksi dalam kegiatan ekonomi masyarakat. Al-ghazali berpendapat uang adalah ibarat cermin. Dalam arti uang berfungsi sebagai ukuran nilai yang dapat merefleksikan harga benda yang ada di hadapannya.
b.      Uang sebagai media menyimpan nilai
Uang sebagai store of value berarti uang adalah cara mengubah daya beli dari masa kini ke masa depan. Uang sebagai penyimpan nilai di maksudkan bahwa orang yang mendapat uang kadang tidak mengeluarkan seluruhnya dalam satu waktu,tapi ia disisihkan sebagian untuk membeli baraang atau jasa yang ia butuhkan pada waktu yang ia inginkan,atau ia simpan untuk hal-hal yang tak terduga. Hal ini di sebabkan karena motif yang mempengaruhi seseorang untuk mendapatkan uang di samping untuk transaksi juga untuk berjaga jaga dari kemungkinan-kemungkinan yang tak terduga seperti kondisi di atas.

C.Time Value of Money dalam Islam
       Konsep Time Value of Money atau yang disebut oleh para ekonom sebagai positive preference menyebutkan bahwa nilai komoditi pada saat ini lebih tinggi dibanding nilainya di masa depan. Konsep capital and interest dan positive theory of capital yang dikembangkan oleh ekonom menyebutkan bahwa positive preference merupakan pola ekonomi yang normal, sistematis, dam rasional. Islam mengenal prinsip bahwa uang dan kekayaan harus digunakan untuk kebiasaan baik bukan dieksploitasi. Tidak boleh berlebih-lebihan, dan tidak dibiarkan sia-sia menganggur (Iwan Triyono dan Moh. As’udi, 2001:41).
       Islam sangat menghargai waktu, tetapi penghargaannya tidak diwujudkan dalam rupiah tertentu atau presentase bunga tetap. Karena hasil yang nyata dari optimalosasi waktu itu variable, tergantung jenis usaha, sektor industri, lama usaha, keadaan pasar, stabilitas polotik, produk yang dijual, jaringan pemasaran, termasuk siapa pengelolanya (Iwan Triyono dan Moh. As’udi, 2001: 42).
       Dalm Islam tidak dikenal dengan adanya time value of money, yang dikenal adalah economic value of time. Teori time value of time adalah sebuah kekeliruan besar karena mengambil dari ilmu pertumbuhan populasi dan tidak ada di ilmu finance.


 Daftar Pustaka :
1.Nurul Huda M.Heykal,Lembaga Keuangan Islam (Jakarta:PT Fajar Inter Pratama Mandiri,2000) 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar