Minggu, 02 April 2017

Pembagian dan Ruang Lingkup Fiqih Muamalah dan Hubungan Fiqih Islam dengan Hukum Romawi


A.    Pembagian Fiqih Muamalah
Menurut Ibn Abidin, fiqih muamalah dalam arti luas dibagi menjadi lima bagian:
1.    Muawadhah Maliyah (Hukum Perbendaan)
2.    Munakahat (Hukum Perkawinan)
3.    Muhasanat (Hukum Acara)
4.    Amanat dan ‘Aryah (Hukum Pinjaman)
5.    Tirkah (Hukum Peninggalan)
Dari pembagian diatas, yang merupakan disiplin ilmu tersendiri adalah munakahat dan tirkah. Sedangkan menurut Al-Fikri dalam kitab Al-Muamalah Al-Madiyah wa Al-Adabiyah membagi Fiqh Muamalah menjadi dua bagian:
1.    Al-Muamalah Al-Madiyah
Al-Muamalah Al-Madiyah adalah muamalah yang mengakaji segi objeknya, yakni benda. Sebagian ulama berpendapat bahwa Al-Muamalah Al-Madiyah bersifat kebendaan, yakni benda yang halal, haram, dan syubhat untuk dimiliki, diperjual belikan, atau diusahakan, benda yang menimbulkan kemadharatan dan mendatangkan kemaslahatan bagi manusia, dll. Semua aktivitas yang berkaitan dengan benda, seperti al- bai’ (jual beli) tidak hanya ditujukan untuk memperoleh keuntungan semata, tetapi jauh lebih dari itu, yakni untuk memperoloh ridha Allah SWT. Jadi kita harus menuruti tata cara jual beli yang telah ditentukan oleh syara’.
1.    Al-Muamalah Al-Adabiyah
Al-Muamalah Al-Adabiyah adalah muamalah ditinjau dari segi cara tukar-menukar benda, yang sumbernya dari pancaindra manusia, sedangkan unsur-unsur penegaknya adalah hak dan kewajiban, seperti jujur, hasut, iri, dendam, dll. Al-Muamalah Al-Adabiyah adalah aturan-aturan Allah yang ditinjau dari segi subjeknya (pelakunya) yang berkisar pada keridhaan kedua pihak yang melangsungkan akad, ijab kabul, dusta, Dan lain-lain.

B.      Ruang Lingkup Fiqih Muamalah
     Ruang lingkup fiqih muamalah terbagi menjadi dua:
1.    Al-Muamalah Al-Adabiyah.
Hal-hal yang termasuk Al-Muamalah Al-Adabiyah adalah ijab kabul, saling meridhai, tidak ada keterpaksaan dari salah satu pihak, hak dan kewajiban, kejujuran pedagang, penipuan, pemalsuan, dan segala sesuatu yang bersumber dari indera manusia yang ada kaitannya dengan peredaran harta.
2.      Al-Muamalah Al-Madiyah

a.      Jual beli (Al-bai’ at-Tijarah)
b.      Gadai (rahn)
c.       Jaminan/ tanggungan (kafalah)
d.      Pemindahan utang (hiwalah)
e.       Jatuh bangkit (tafjis)
f.       Batas bertindak (al-hajru)
g.      Perseroan atau perkongsian (asy-syirkah)
h.      Perseroan harta dan tenaga (al-mudharabah)
i.        Sewa menyewa tanah (al-musaqah al-mukhabarah)
j.        Upah (ujral al-amah)
k.      Gugatan (asy-syuf’ah)
l.        Sayembara (al-ji’alah)
m.    Pembagian kekayaan bersama (al-qisamah)
n.      Pemberian (al-hibbah)
o.      Pembebasan (al-ibra’), damai (ash-shulhu)
p.      beberapa masalah mu’ashirah (mukhadisah), seperti masalah bunga bank, asuransi, kredit, dan masalah lainnnya.
q.      Pembagian hasil pertanian (musaqah)
r.       Kerjasama dalam perdagangan (muzara’ah)
s.       pembelian barang lewat pemesanan (salam/salaf)
t.        Pihak penyandang dana meminjamkan uang kepada nasabah/ Pembari modal (qiradh)
u.      Pinjaman barang (‘ariyah)
v.      Sewa menyewa (al-ijarah)
w.    Penitipan barang (wadi’ah)
     Peluang ijtihad dalam aspek tersebut diatas harus tetap terbuka, agar hukum Islam senantiasa dapat memberi kejelasan normatif kepada masyarakat sebagai pelaku-pelaku ekonomi. 
C.    Hubungan Hukum Islam dengan Hukum Romawi
     Ada 3 perbedaan pendapat tentang hukum Islam dengan hukum Romawi :
1.    Golongan orientalis, Von Kremaer, Ignaz Golziher dan Amon, berpendapat bahwa hukum Islam benar-benar dipengaruhi oleh hukum Romawi. Amon menyatakan bahwa syari’at Islam adalah hukum Romawi Timur yang sudah mengalami perubahan-perubahan dalam penyesuaiannya dengan masalah-masalah politik negara-negara Arab yang menjadi jajahannya.

2.    Golongan sarjana Muslim, Faiz al-Kuhri, Arif al-Naqdi, dan Syaikh Muhammad Sulaiman, berpendapat bahwa hukum Islam sama sekali tidak dipengaruhi oleh hukum Romawi, sebab hukum Islam dipraktikkan/diundangkan lebih dahulu daripada hukum Romawi, yakni hukum Romawi timbul setelah sarjana Barat mempelajari hukum Islam.

3.    Golongan moderat, Sayyid Muhammad Hafidz Shabri, Ahmad Amin, dan Syafiq Syahanah, berpendapat bahwa kedua pendapat diatas memiliki nilai kebenaran dan juga memiliki nilai kesalahan.
Menurut Abdul Madjid hukum Islam dan hukum Romawi terdapat perbedaan-perbedaan yang menonjol, antara lain :
Kedudukan wanita Romawi di bawah perintah kekuasaan kaum laki-laki selama hidupnya, wanita sama sekali tidak mempunyai hak untuk melakukan transaksi-transaksi harta kekayaan tanpa izin suami, sedangkan dalam hukum Islam tidak seketat itu walaupun harus diakui ada batasan-batasannya.
Pemindahan hutang (hiwalah) dalam hukum Romawi dilarang, sedangkan dalam hukum Islam dibolehkan menurut semua madzhab.



DAFTAR PUSTAKA :

1. Rachmat Syafei,  Fiqih Muamalah, Bandung, CV Pustaka Setia, 2001.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar