Selasa, 06 Juni 2017

IJARAH



A. Pengertian
a.       Ijarah adalah akad penyaluran dana untuk pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah), antara perusahaan pembiayaan sebagai pemberi sewa (mu’ajjir) dengan penyewa (musta’jir) tanpa didikuti pengalihan kepemilikan barang itu sendiri.

b.      Ijarah adalah akad antara bank (mu’ajjir) dengan nasabah (mutta’jir) untuk menyewa suatu barang/objek sewa milik bank dan bank mendapat imbalan jasa atas barang yang disewanya, dan diakhiri dengan pembelian obyek sewa oleh nasabah.
Landasan syariah akad ini adalah fatwa DSN-MUI No.09 /DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan Ijarah.

B.Dasar Hukum Ijarah
a.       Al- Qur’an
  
“Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan”.(QS.al-Baqarah:233)

b.      Al-Hadits
“Berikanlah upah kepada orang yang kamu pekerjakan sebelum kering keringat mereka”.(HR. Abu Ya’la, Ibnu Majah, at-Thabrani dan Tirmidzi)


C.Rukun Ijarah
1.      Mu’jar(orang/barang yang disewa)
2.      Musta’jir (orang yang menyewa)
3.      Sighat (ijab dan qabul)
4.      Upah dan manfaat.


D.Syarat Ijarah
§  Kedua orang yang berakad harus baligh dan berakal
§  Menyatakan kerelaannya untuk melakukan akad ijarah
§  Manfaat yang menjadi objek ijarah harus diketahui secara sempurna
§  Objek ijarah boleh diserahkan dan dipergunakan secara langsung dan tidak bercacat
§  Objek ijarah sesuatu yang dihalalkan oleh syara’ dan merupakan sesuatu yang bisa disewakan
§  Yang disewakan itu bukan suatu kewajiban bagi penyewa
§  Upah/sewa dalam akad harus jelas, tertentu dan sesuatu yang bernilai harta.



E.Fitur dan Mekanisme

a) Hak Perusahaan Pembiayaan sebagai pemberi sewa (muajjir), yaitu memperoleh pembayaran sewa dan/atau biaya lainnya dari penyewa (musta’jir);dan mengakhiri akad Ijarah dan menarik objek Ijarah apabila penyewa tidak mampu membayar sewa sebagaimana diperjanjikan.
b) Kewajiban perusahaan pembiayaan sebagai pemberi sewa antara lain, yaitu:
1.      menyediakan objek ijarah yang disewakan;
2.      menanggung biaya pemeliharaan objek ijarah;
3.     menjamin objek ijarah yang disewakan tidak terdapat cacat dan dapat berfungsi dengan baik.
c)      Hak penyewa (musta’jir), antara lain meliputi:
1.      menerima objek ijarah dalam keadaan baik dan siap dioperasikan;
2.     menggunakan objek ijarah yang disewakan sesuai dengan persyaratan-persyaratan yang diperjanjikan.
d)     Kewajiban penyewa antara lain meliputi:
1.      membayar sewa dan biaya-biaya lainnya sesuai yang diperjanjikan;
2.      mengembalikan objek iajrah apabila tidak mampu membayar sewa;
3.      menjaga dan menggunakan objek ijarah sesuai yang diperjanjikan;
4.      tidak menyewakan kembali dan/atau memindahtangankan objek ijarah kepada pihak lain.


F.Objek Ijarah

      Objek ijarah adalah berupa barang modal yang memenuhi ketentuan, antara lain:
1.      objek ijarah merupakan milik dan/atau dalam penguasaan perusahaan pembiayaan sebagai pemberi sewa (muajjir);
2.      manfaat objek ijarah harus dapat dinilai;
3.      manfaat objek ijarah harus dapat diserahkan penyewa (musta’jir);
4.      pemanfaatan objek ijarah harus bersifat tidak dilarang secara syariah (tidak diharamkan);
5.      manfaat objek ijarah harus dapat ditentukan dengan jelas;
6.      spesifikasi objek ijarah harus dinyatakan dengan jelas, antara lain melalui identifikasi fisik, kelayakan, dan jangka waktu pemanfaatannya.

G.Sifat dan Hukum Akad Ijarah
            Para ulama Fiqh berbeda pendapat tentang sifat akad ijarah, apakah bersifat mengikat kedua belah pihak atau tidak. Ulama Hanafiah berpendirian bahwa akad ijarah bersifat mengikat, tetapi boleh dibatalkan secara sepihak apabila terdapat uzur dari salah satu pihak yang berakad, seperti contohnya salah satu pihak wafat atau kehilangan kecakapan bertindak hukum. Apabila salah seorang yang berakad meninggal dunia, akad ijarah batal karena manfaat tidak boleh diwariskan.
            Akan tetapi, jumhur ulama mengatakan bahwa akad ijarah itu bersifat mengikat, kecuali ada cacat atau barang itu tidak boleh dimanfaatkan. Apabila seorang yang berakad meninggal dunia, manfaat dari akad ijarah boleh diwariskan karena termasuk harta dan kematian salah seorang pihak yang berakad tidak membatalkan akad ijarah.


H.Berakhirnya Akad Ijarah
1. objek hilang atau musnah,
2. tenggang waktu yang disepakati dalam akad ijarah telah berakhir,
3. menurut ulama Hanafiyah, wafatnya seorang yang berakad.
4. menurut ulama Hanafiyah, apabila ada uzur dari salah satu pihak seperti rumah yang disewakan disita Negara karena terkait utang yang banyak, maka akad ijarah batal. Akan tetapi, menurut jumhur ulama uzur yang boleh membatalkan akad ijarah hanyalah apabila obyeknya cacat atau manfaat yang dituju dalam akad itu hilang, seperti kebakaran dan dilanda banjir.


I.Aplikasi Ijarah di Lembaga Keuangan Syariah
            Bank-bank Islam yang mengoperasikan produk ijarah, dapat melakukan leasing, baik dalam bentuk operting lease maupun financial lease. Akan tetapi, pada umumnya bank-bank tersebut lebih banyak menggunakan Ijarah Muntahiya bit-Tamlik, karena lebih sederhana dari sisi pembukuan. Selain itu, bank pun tidak direpotkan untuk mengurus pemeliharaan aset, baik pada saat leasing maupun sesudahnya.

Jumat, 19 Mei 2017

RAHN



A.       Pengertian Gadai (Rahn)
          Gadai atau al-rahn (الرهن) secara bahasa dapat diartikan sebagai (al stubut,al habs) yaitu penetapan dan penahanan. Istilah hukum positif di indonesia rahn  adalah apa yang disebut barang jaminan, agunan, rungguhan, cagar atau cagaran, dan tanggungan.
          Azhar Basyir memaknai rahn (gadai) sebagai perbuatan menjadikan suatu benda yang bernilai menurut pandangan syara’ sebagai tanggungan uang, dimana adanya benda yang menjadi tanggungan itu di seluruh atau sebagian utang dapat di terima. Dalam hukum adat gadai di artikan sebagai menyerahkan tanah untuk menerima sejumlah uang secara tunai, dengan ketentuan si penjual (penggadai) tetap berhak atas pengembalian tanahnya dengan jalan menebusnya kembali.
      Al-rahn adalah menahan salah satu harta milik si peminjam atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang di tahan tersebut memiliki nilai
ekonomis. Dengan demikian pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa rahn adalah semacam jaminan hutang atau gadai. Pemilik barang gadai disebut rahin dan orang yang mengutangkan yaitu orang yang mengambil barang tersebut serta menahannya disebut murtahin, sedangkan barang yang di gadaikan disebut rahn 

B.       Dasar Hukum Rahn
          Akad rahn diperbolehkan oleh syara’ dengan berbagai dalil Al-Qur’an ataupun Hadits nabi SAW. Begitu juga dalam ijma’ ulama’. Diantaranya
firman Allah dalam Qs.Al-baqarah; 283
وَإِن كُنتُمْ عَلَىٰ سَفَرٍ وَلَمْ تَجِدُوا كَاتِبًا فَرِهَانٌ مَّقْبُوضَةٌ ۖ فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُم بَعْضًا فَلْيُؤَدِّ الَّذِي اؤْتُمِنَ أَمَانَتَه وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ ۗ وَلَا تَكْتُمُوا الشَّهَادَةَ ۚ وَمَن يَكْتُمْهَا فَإِنَّهُ آثِمٌ قَلْبُهُ ۗ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَعَلِيمٌ ُ                                                                                          
Artinya: "Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah secara tidak tunai) sedangkan kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh piutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah Tuhannya". (Al-Baqarah 283). 


     Diriwayatkan oleh Ahmad, Bukhari, Nasai, dan Ibnu Majah dari Anas r.a berkata:     

عَنْ أَنَسٍ – رضى الله عنه – قال : لَقَدْ رَهَنَ النَّبِىُّ – صل الله عليه وسلم – دِرْعًا لَهُ بِالْمَدِينَةِ عِنْدَ يَهُودِىٍّ وَأَخَذَ مِنْهُ شَعِيرًا                                                                               ى


Artinya: " Rasullulah SAW, telah merungguhkan baju besi beliau kepada seorang Yahudi di Madina, sewaktu beliau menghutang syair (gandum) dari orang Yahudi itu untuk keluarga itu untuk keluarga beliau". (HR. Ahmad, Bukhari, Nasai, dan Ibnu Majah).

C.       Rukun dan Syarat Gadai (Rahn)
                   Dalam melaksanakan suatu  perikatan terdapat rukun dan syarat gadai yang harus dipenuhi. Secara bahasa rukun adalah yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu pekerjaan. Sedangkan syarat adalah ketentuan (peraturan, petunjuk) yang harus dipindahkan dan dilakukan. Gadai atau pinjaman dengan jaminan benda memiliki beberapa rukun, antara lain :
            1.    Akad dan ijab Kabul
2.    Aqid, yaitu yang menggadaikan  dan yang menerima gadai.
3.    Barang yang dijadikan jaminan (borg), syarat pada benda yang dijadikan jaminan ialah keadaan barang itu tidak rusak sebelum janji utang harus dibayar.

Syarat Rahn antara lain :
1.    Rahin dan murtahin
Tentang pemberi dan penerima gadai disyaratkan keduanya merupakan orang yang cakap untuk melakukan sesuatu perbuatan hukum sesuai dengan ketentuan syari'at Islam yaitu berakal dan baligh.
2.    Sighat
Ulama hanafiyah berpendapat bahwa sighat dalam rahn tidak boleh memakai syarat atau dikaitkan dengan sesuatu. Hal ini karena sebab rahn jual beli, jika memakai syarat tertentu, syarat tersebut batal dan rahn tetap sah.
3.    Marhun bih (utang)
Menyangkut adanya utang, bahwa utang tersebut disyaratkan merupakan utang yang tetap, dengan kata lain utang tersebut bukan merupakan utang yang bertambah-tambah atau utang yang mempunyai bunga, sebab seandainya utang tersebut merupakan utang yang berbunga maka perjanjian tersebut sudah merupakan perjanjian yang mengandung unsur riba, sedangkan perbuatan riba ini bertentangan dengan ketentuan syari'at Islam.

D.       Ketentuan Umum Pelaksanaan Rahn dalam Islam
          Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan ar-rahn antara lain:
1. Kedudukan Barang Gadai.
Selama ada di tangan pemegang gadai, maka kedudukan barang gadai hanya merupakan suatu amanat yang dipercayakan kepadanya oleh pihak penggadai.
2. Pemanfaatan Barang Gadai.
Pada dasarnya barang gadai tidak boleh diambil manfaatnya baik oleh pemiliknya maupun oleh penerima gadai. Hal ini disebabkan status barang tersebut hanya sebagai jaminan utang dan sebagai amanat bagi penerimanya. Apabila mendapat izin dari masing-masing pihak yang bersangkutan, maka barang tersebut boleh dimanfaatkan. Oleh karena itu agar di dalam perjanjian gadai itu tercantum ketentuan jika penggadai atau penerima gadai meminta izin untuk memanfaatkan barang gadai, maka hasilnya menjadi milik bersama. Ketentuan ini dimaksudkan untuk menghindari harta benda tidak berfungsi atau mubazir.
4.  Resiko Atas Kerusakan Barang Gadai
Ada beberapa pendapat mengenai kerusakan barang gadai yang di sebabkan tanpa kesengajaan murtahin. Ulama mazhab Syafi’i dan Hambali berpendapat bahwa murtahin (penerima gadai) tidak menanggung resiko sebesar harga barang yang minimum. Penghitungan di mulai pada saat diserahkannya barang gadai kepada murtahin sampai hari rusak atau hilang.
5. Pemeliharaan Barang Gadai
Para ulama’ Syafi’iyah dan Hanabilah berpendapat bahwa biaya pemeliharaan barang gadai menjadi tanggungan penggadai dengan alasan bahwa barang tersebut berasal dari penggadai dan tetap merupakan miliknya. Sedangkan para ulama’ Hanafiyah berpendapat lain, biaya yang diperlukan untuk menyimpan dan memelihara keselamatan barang gadai menjadi tanggungan penerima gadai dalam kedudukanya sebagai orang yang menerima amanat.
5. Kategori Barang Gadai
     Jenis barang yang biasa digadaikan sebagai jaminan adalah semua barang bergerak dan tak bergerak yang memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Benda bernilai menurut hukum syara’
b. Benda berwujud pada waktu perjanjian terjadi
c. Benda diserahkan seketika kepada murtahin
6. Pembayaran atau Pelunasan Utang Gadai.
     Apabila sampai pada waktu yang sudah di tentukan, rahin belum juga membayar kembali utangnya, maka rahin dapat dipaksa oleh marhun untuk menjual barang gadaianya dan kemudian digunakan untuk melunasi hutangnya.
7. Prosedur Pelelangan Gadai
Jumhur fukaha berpendapat bahwa orang yang menggadaikan tidak boleh menjual atau menghibahkan barang gadai, sedangkan bagi penerima gadai dibolehkan menjual barang tersebut dengan syarat pada saat jatuh tempo pihak penggadai tidak dapat melunasi kewajibanya.

E.    Aplikasi dalam Perbankan
                   Kontrak rahn dipakai dalam perbankan dalam dua hal, yaitu:
1. Sebagai Produk Pelengkap
Rahn dipakai dalam produk pelengkap, artinya sebagai akad tambahan (jaminan/collateral) terhadap produk lain seperti dalam pembiayaan bai’al murabahah. Bank dapat menahan nasabah sebagai konsekuensi akad tersebut.
2. Sebagai Produk Tersendiri
Di beberapa negara Islam termasuk di antaranya adalah Malaysia, akad rahn telah dipakai sebagai alternatif dari pegadaian konvensional. Bedanya dengan pegadaian biasa, dalam rahn nasabah tidak dikenakan bunga, yang dipungut dari nasabah adalah biaya penitipan, pemeliharaan, penjagaan, serta penaksiran. Perbedaan utama antara biaya rahn dan bunga pegadaian adalah dari sifat bunga yang bisa berakumulasi dan berlipat ganda, sementara biaya rahn hanya sekali dan di tetapkan di muka.

F.    Manfaat Rahn
          Manfaat yang dapat di ambil oleh bank dari prinsip ar-rahn adalah:
1.    Menjaga kemungkinan nasabah untuk lalai atau bermain-main dengan  fasilitas pembiayaan yang diberikan.
2.    Memberikan keamanan bagi segenap penabung dan pemegang deposito bahwa dananya tidak akan hilang begitu saja. Jika nasabah peminjam ingkar janji, ada suatu asset atau barang (marhun) yang dipegang oleh bank.
3.    Jika rahn diterapkan dalam mekanisme pegadaian, maka akan sangat membantu saudara kita yang kesulitan dana terutama didaerah-daerah.

G.   Risiko Rahn
          Adapun resiko yang mungkin terdapat pada rahn apabila diterapkan sebagai produk adalah:
1. Resiko tak terbayarnya hutang nasabah (wanprestasi)
2. Resiko penurunan nilai aset yang ditahan atau rusak.

H.  Perbedaan dan Persamaan Gadai Syariah dan Gadai Konvensional  
a.  Persamaan Gadai Konvensional dengan Gadai Syariah
    Persamaan gadai konvensional dengan gadai syariah adalah seperti berikut:
            1.    Hak gadai berlaku atas pinjaman uang
            2.    Adanya agunan (barang jaminan) sebagai jaminan utang
3.    Apabila batas waktu pinjaman uang telah habis , barang yang di gadaikan boleh di jual atau di lelang
b. Perbedaan gadai syariah dengan gadai konvensional
    Perbedaan gadai syariah dengan gadai konvensional adalah sebagai berikut:
INDIKATOR
Rahn ( Gadai Syariah )
       Gadai Konvensional
Konsep Dasar
Tolong menolong ( jasa pemeliharaan barang jaminan)
Profit Oriented ( Bunga dari pinjaman pokok/ biaya sewa modal)
Jenis Barang Jaminan
Barang bergerak dan tidak bergerak
Hanya barang bergerak
Beban
Biaya pembiayaan
Bunga (dari pokok pinjaman)
Lembaga
Hanya bisa dilakukan oleh lembaga (perum penggadaian)
Bisa dilakukan perseorangan
Perlakuan
Dijual (kelebihan dikembalikan kepada yang memiliki)
Dilelang 


DAFTAR PUSTAKA :

 http://zezameirisenthia90.blogspot.co.id/2016/06/makalah-fiqh-muamalah-gadai-rahn.html