A. Pengertian Kafalah
Al-kafalah menurut bahasa artinya, menggambungkan, jaminan, beban, dan tanggugan. Kafalah juga disebut dengan al-dhaman.
Menurut istilah syara’ sebagaimana didefinisikan oleh para ulama’:
1. Menurut Hasby ash-shiddiqie: menggambungkan dzimmah (tanggung jawab) kepada dzimmah yang lain dalam penagihan. [1]
2. Menurut
mazhab syafii: akad yang menetapkan hak pada tanggungan (beban) yang
lain atau menghadirkan zat benda yang dibebankan atau menghadirkan badan
oleh orang yang berhak menghadirkannya.
3. Menurut
Hanafiyah: proses penggambungan tanggungan kafiil menjadi tanggungan
ashiil dalam tuntutan atau permintaan dengan materi atau utang atau
barang atau pekerjaan.[2]
Dari beberapa definisi di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa
kafalah/dhaman adalah transaksi yang menggabungkan dua tanggungan
(beban) untuk memenuhi kewajiban baik berupa utang, uang, barang,
pekerjaan, maupun badan.
B. LANDASAN ATAU DASAR HUKUM
a. Al-Qur’an (QS. Yusuf : 72)
(#qä9$s% ߉É)øÿtR tí#uqß¹ Å7Î=yJø9$# `yJÏ9ur uä!%y` ¾ÏmÎ/ ã@÷H¿q 9ŽÏèt/ O$tRr&ur ¾ÏmÎ/ ÒOŠÏãy—
Artinya:
Penyeru-penyeru itu berkata: "Kami kehilangan piala Raja, dan siapa
yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat)
beban unta, dan aku menjamin terhadapnya".
b. Al-Hadist
Pinjaman hendaklah dikembalikan dan orang yang menjamin wajib untuk membayar. (HR. Abu Daud dan Turmudzi).[3]
C. RUKUN DAN SYARAT KAFALAH
Menurut madzhab Hanafi bahwa rukun kafalah ada satu yaitu ijab dan
qabul. Sedangkan menurut para ulama lainnya, bahwa rukun dan syarat
al-kafalah adalah sebagai berikut:
a) Dhamin,
kafil atau Zai’im, yaitu orang yg menjamin, dimana ia disyaratkan sudah
baligh, berakal, tidak dicegah membelanjakan harta (mahjur) dan
dilakukan dengan kehendaknya sendiri.
b) Makful
lahu atau disebut juga dengan madmun lah, yaitu orang yang berpiutang
atau orang yang memberi utang, syaratnya orang yang berpiutang diketahui
oleh orang yang menjamin.
c) Makful ‘anhu atau disebut juga dengan madmun’anhu adalah orang yang berutang.
d) Makful
bih atau madmun bih adalah utang, barang atau orang, disyaratkan pada
makful bih dapat diketahui dan tetap keadaanya, baik sudah tetap atau
akan tetap.
e) Lafadz, disyaratkan keadaan lafadz itu berarti menjamin, tidak digantungkan kepada sesuatu atau tidak sementara.
D. MACAM-MACAM KAFALAH
a. Kafalan bin nafs
Merupakan akad memberikan jaminan atas diri (personal guarantee).
Sebagai contoh, dalam praktik perbankan bentuk kafalah bin nafs adalah
seorang nasabah yang mendapat penbiayaan dengan jaminan nama baik dan
ketokohan seseorang atau pemuka masyarakat. Walaupun bank secara fisik
tidak memegang barang apapun, tetapi bank berharap tokoh tersebut dapat
mengusahakan pembayaran ketika nasabah yang dibiayai mengalami
kesulitan.
b. Kafalah bin maal
Kafalah bin maal merupakan jaminan pembayaran barang atau pelunasan utang.
c. Kafalah bit-taslin
Jenis kafalah ini biasa dilakukan untuk menjamin pengembalian atas barang yang disewa, pada waktu masa sewa berakhir.
Jenis pemberian jaminan ini dapat dilaksakan oleh bank untuk kepentingan
nasabahnya dalam bentuk kerja sama dengan perusahaan penyewaan (leasing
company). Jaminan bagi bank dapat berupa deposito/tabungan dan bank
dapat membebankan uang jasa (fee) kepada nasabah itu.
d. Kafalah al-munjazah
Adalah jaminan mutlak yang tidak dibatasi oleh jangka waktu dan untuk kepentingan/tujuan tertentu.
Salah satu bentuk kafalah al-munjazah adalah pemberian jaminan dalam
bentuk perfonce bonds (jaminan prestasi), suatu hal yang lazim
dikalangan perbankan dan hal ini sesuai dengan bentuk akad.
e. Kafalah al-muallaqoh
Bentuk jaminan ini merupakan penyederhanaan dari kafalah al-munjazah, baik oleh industry perbankan maupun asuransi. [4]
E. PEMBAYARAN KAFIIL
Jika kafiil (penjamin) telah melaksanakan kewajibannya dengan membayar utang orang yang ia jamin (makfuul anhu) maka si kafiil boleh meminta kembali kepada makfuul anhu apabila pembayaran itu dilakuakan berdasarkan izinnya. Alasannya, karena si kafiil telah mengeluarkan harta untuk kepentingan yang bermanfaat bagi si makfuul anhu. Dalam hal ini kempat imam sepakat. Namun mereka berbeda pendapat jika pembayaran dilakukan kafiil tanpa seizin makfuul anhu, sedangkan si kafiil sudah terlanjur membayar.
Menurut Syafii dan Abu Hanifah bahwa membayar utang orang yang dijamin tanpa izin darinya hukum sunah. Dhamin (kafiil) tidak berhak untuk minta ganti rugi kepadaorang yang ia jamin. Tetapi menurut maliki dhamin berhak menagih kembali kepada makfuul anhu.
Ibnu Hazm berpendapat bahwa dhamin tidak berhak menagih kembali kepada makfuul anhu atas apa yang telah ia bayarkan baik dengan izin makfuul anhu atau tidak.
Jika makfuul anhu ghaib (tidak ada) kafiil tetap
berkewjiban menjamin. Ia tidak dapat mengelak dari kafalah kecuali
dengan membayar atau orang yang berpiutang menyatakan bebas untuk kafiil dari utang maakfuul anhu.Daftar Pustaka :
http://ashabulcoffee.blogspot.co.id/2014/10/fikih-muamalah-kafalah.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar